Sunday, 13 July 2014

Seri Babad Ponorogo, 13

Riwayat Kabupaten Pedanten Dan Tumenggung Jayengrono

Pada jaman dahulu,Ponorogo adalah sebuah Kadipaten yakni struktur pemerintahan langsung di bawah raja yang di dalamnya ada beberapa kabupaten,saat ini mungkin bisa disebut setingkat provinsi. Adapun kabupaten yang ada di Ponorogo antara lain kabupaten Gadingrejo (Sambit) , Pedanten (Siman) , Kutho Wetan (Pasar Pon), Kutho Kulon (Sumoroto),Polorejo Dan Mernung (Kutho Tengah)

Berikut ini kami berikan riwayat Kabupaten Pedanten dan pemimpinya,Tumenggung Jayengrono.

Seperti dikisahkan sebelumnya,saat Sunan Pakubuwono mengungsi ke Ponorogo beliau melihat sebuah perkampungan yang tertata rapi di dusun Jayengranan Kranggan Sukorejo. Sunan Pakubuwono yakin bahwa Jayengrono sebenarnya masih keturunan bangsawan yang menyamar menjadi rakyat biasa. Setelah berbincang agak lama,Sunan Pakubuwono meminta Jayengrono menemaninya hingga berhasil kembali merebut tahta.

Tahun 1745 Jayengrono diberi jabatan bupati dan mendapat gelar tumenggung. Bupati Ponorogo Raden Surobroto lalu mempersilahkan Tumenggung Jayengrono memilih sendiri tempatnya yang baru. Tumenggung Jayengrono memilih membuka lahan mulai Puthuk Watu Dhakon (sekarang kawasan STAIN dan UNMUH Ponorogo) ke arah selatan. Saat membuka lahan para pengikutnya menemukan pohon jeruk, setelah dibuka ternyata berbau pesing lalu tempatnya dinamakan Jeruk Sing.

Semakin ke selatan,ternyata Tumenggung Jayengrono bertemu romobongan lain yang sedang babad alas di pimpin oleh Donoyudo keturunan Patih Selo Aji. Keduanya lalu berbincang,ternyata Donoyudo ingin memberikan tanah yang ia babad lalu Tumenggung Jayengrono bertanya berapa yang ingin diserahkan dan dijawab SEDANTEN (semuanya) maka lahirlah nama kabupaten pedanten.

Kabupaten Pedanten berpusat di desa Patihan Kidul dengan wilayah utara dibatasi Jeruk sing ke timur hingga Pulung,selatan Mlarak ke timur hingga Pulung.

Tumenggung Jayengrono dikenal apambeg pandita (bahasa Jawa kuno, artinya tingkah laku halus bagaikan pendeta). Tutur kata selalu menyenangkan dan membuat bahagia orang lain. Beliau suka melakukan tirakat,mengurangi makan dan tidur. Malam hari beliau berjaga dengan mengelilingi wilayahnya sehingga dijuluki Kyai Sambang Dalan.

Menjelang usia tua,Tumenggung Jayengrono teringat pada Empu Selembu yang memberinya pusaka. Beliau lalu ke Pulung menemui Empu Selembu dan diterima oleh empu selembu. Empu Selembu meminta Tumenggung Jayengrono membuat rumah di Pulung agar daerah tersebut ramai. Akhirnya Tumenggung Jayengrono membuat rumah dan mengisi hari tua di Pulung hingga meninggal tahun 1780.

Tahun 1887 Sunan Pakubuwono III memberikan piagam bahwa desa Pulung dan Tajug diberi status tanah perdikan dinamakan Piagam Pulungsari.Pemerintah Belanda merasa hal tersebut merugikan karena tanah perdikan dibebaskan dari pajak maka wilayah perdikan dibatasi menjadi wilayah yang saat ini disebut Pulung Merdiko.

Makam keluarga Tumenggung Jayengrono berada di kawasan Pulung Merdiko. Makam keluarga Tumenggung Jayengrono berada di sisi utara pasarean, menutut cerita jika ada orang yang bukan keturunan Tumenggung Jayengrono ditempatkan di kawasan makam keluarga Tumenggung Jayengrono maka malam harinya muncul harimau yang menggali dan mengeluarkan jasad orang tersebut.

Referensi: Buku Babad Ponorogo Bab III Halaman 34.Tulisan ini kami susun dari naskah asli berbahasa Jawa,ada sedikit penyuntingan namun insyaallah tidak merubah point tulisan
 
Sumber : FB Setenpo
Ket Foto: Ilustrasi,
 

No comments:

Post a Comment