Sunday 13 July 2014

Seri Babad Ponorogo 9.

Gugurnya Adipati Surodiningrat Dan Pembalasan Terhadap Patih Tambakboyo

Seperti diceritakan sebelumnya, saat Ponorogo dipimpin Adipati Surodiningrat ada seorang Patih bernama Tambakboyo berjuluk Margo Ewuh yang bersifat jahat dan dendam kepada Adipati karena lamaranya kepada putri Adipati ditolak.

Setelah gagal mempermalukan Adipati lewat tangan Demang Ronggoniti ( Baca kisah Demang Ronggoniti yang dikutuk menjadi buaya), kesempatan membalas dendam datang saat Pangeran Arya Mangkunegara dari Surakarta datang ke Ponorogo. Saat itu di wilayah kasunanan Surakarta sedang terjadi pertikaian politik sehingga Pangeran Arya Mangkunegara hendak ke Ponorogo meninjau keadaan.

Mengetahui utusan kasunanan Surakarta datang,Adipati Surodiningrat mempersiapkan diri menyambut. Beliau menyuruh Patih Tambakboyo menulis surat yang jika diterjemahkan berbunyi: Kedatangan anda (Pangeran Mangkunegara) kami terima dengan tangan terbuka dan kami sudah mempersiapkan penyambutan sebaik baiknya.

Patih Tambakboyo merubah isi surat pada bagian paling akhir yang berbunyi SAMPUN SAMEKTO SEDOYO (sudah mempersiapkan semuanya) dengan kata sampun SAMEKTA ING NGAYUDA (kami sudah siap berperang melawan anda) sehingga surat tersebut berganti makna menjadi “kedatangan anda (Pangeran Mangkunegara) kami terima dengan tangan terbuka dan kami sudah siap berperang melawan anda”.

Melihat surat tersebut Pangeran Mangkunegara sangat murka. Pasukanya yang berada di sisi barat kali bengawan (sekarang sekitar wilayang Danyang) segera disusun dengan formasi perang dan maju ke arah timur. Gong tanda perang lalu ditabuh bertalu talu. Tempat ditabuhnya gong kemudian disebut dusun Demung (demung artinya gong) berada di desa Sukosari Kecamatan Babadan.

Adipati Surodiningrat tidak menyadari apa yang terjadi. Mendengar gong tanda perang, kuda Adipati Surodiningrat nalurinya bangkit lalu meronta ronta maju dengan kecepatan tinggi. Pasukan Mangkunegara mengira Adipati Surodiningrat maju menyerbu lalu menombak dada Adipati hingga luka parah.

Terkena tetesan darah,kuda Adipati lalu berlari pulang. Kedua pasukan lalu menyadari telah terjadi salah faham karena pasukan Ponorogo datang tidak untuk perang namun menyambut dengan kekeluargaan bahkan membawa hidangan makanan untuk makan bersama.

Pembalasan Terhadap Patih Tambakboyo

Pangeran Mangkunegara lalu menyusul Adipati Surodiningrat di kadipaten dan menyerahkan surat tantangan yang diterimanya. Adipati Surodiningrat lalu berkata itu adalah fitnah dari Patih Tambakboyo. Pangeran Mangkunegara kemudian menyuruh pasukanya mencari Tambakboyo dan bertemu di sebuah rumpun bambu di pinggir sungai.
Begitu bertemu kepala Tambakboyo lalu dipenggal hingga putus. Tempat patih Tambakboyo dipenggal dinamakan Tambakbayan dan tempatnya dipenggal tidak boleh ditempati atau dibangun rumah disekitarnya.

Pangeran Mangkunegara lalu membawa kepala Patih Tambakboyo ke hadapan Adipati Surodiningrat lalu berkata” Maafkan saya paman Adipati, semoga kepala ini menjadi penebus kesalahan” kemudian beliau pulang ke Surakarta.

Sebelum meninggal Adipati Surodiningrat berkata” Tambakboyo,..kau dan anak keturunanmu tidak akan menjadi orang terhormat mengabdi pada negara dan derajat kalian adalah derajat orang hina”.”Kutukan” ini terbukti karena keturunan Patih Tambakboyo banyak yang menjadi pengemis.

Patih Tambakboyo dimakamkan di tepi Kali di wilayah Menggungan kelurahan Kadipaten. Kuburan Patih Tambakboyo tidak ada yang membersihkan karena jika dibersihkan pada malam harinya ada suara jeritan jeritan mengerikan dari tempat tersebut.

Akhir Cerita

Setelah Adipati Surodiningrat gugur,keadaan Ponorogo menjadi panas. Banyak anak beliau yang ingin membalas dendam menyerbu ke Surakarta. Untuk meredam keadaan,Sunan Surakarta lalu menyuruh Pangeran Purbonegara untuk menemui anak anak almarhum Adipati Surodiningrat. Akhirnya seluruh Putra Putri Adipati Surodingrat dengan jalan musyawarah dimuliakan dengan diberi kedudukan diantaranya

Raden Brotodiwiryo menjadi bupati Madura
Raden Suroloyo menjadi bupati Ponorogo
Raden Hudan Sanyoto bupati Jakarta
Raden Suroyuda menjadi bupati Srengat (Blitar)

Referensi: Buku Babad Ponorogo Bab II Halaman 29.Tulisan ini kami susun dari naskah asli berbahasa Jawa,ada sedikit penyuntingan namun insyaallah tidak merubah point tulisan.
 
Sumber : FB Setenpo
Gambar: Ilustrasi.

No comments:

Post a Comment