Seri Babad Ponorogo 7
Kisah Ki Ageng Kutu dan Gunung Dloka,Kerajaan Lelembut Di Ponorogo.
Dalam cerita para sesepuh, Gunung Dloka yang berada di desa Tathung disebut sebagai tempat angker, gawat keliwat liwat. Bagaimana sejarah hal tersebut inilah kisah di buku Babad Ponorogo.
Setelah ki Ageng Kutu menyerang Ponorogo,maka fihak Bathoro Katong ganti menyerbu ke Surukubeng (sekarang masuk wilayah kecamatan Jetis). Saat terdesak Ki Ageng Kutu melarikan diri dan berhasil ditemukan di kawasan Beji Sirah Keteng. Patih Sela Aji melompat menebas kepala Ki Ageng Kutu hingga putus, namun badan Ki Ageng Kutu masih bisa berjalan dan berlari ke arah barat.
Setelah di kejar,jasad Ki Ageng Kutu hilang sekitar 15 KM dari Beji Sirah Keteng ke arah barat di sebuah bukit kecil yang oleh masyarakat disebut Gunung Dloka. Gunung Dloka berwujud bukit dikeliling padang rumput dan bukit lainya. Di sebelah utara Gunung Gede, barat gunung Dungkul dan Kembangsore,seb
Setiba di Gunung Dloka, jasad ki Ageng Kutu hilang. Bathoro Katong,Ki Ageng Mirah dan Patih Selo Aji lalu mengheningkan cipta memasuki alam ghaib. Saat pandangan terbuka, ketiga orang tersebut sangat heran, ternyata di depan mereka berdiri istana yang sangat megah, ratunya seorang perempuan, di depanya berbaris para punggawa. Lebih heran lagi Ki Ageng Kutu ternyata berada di sana lengkap dengan pusakanya,dikel
Roh ki Ageng Kutu lalu berkata,”Hai Bathoro Katong,kau kira aku mati….di masa depan aku akan membuat kerusakan terhadap anak keturunanmu” .Bathoro Katong menjawab…”Yang demikian itu,saya pasrahkan pada kehendak Gusti Allah yang Maha Rahman dan Maha Rahim.”
Setelah mengucapkan itu,keadaan langsung berubah gelap,Ki Ageng Mirah,Bathoro Katong dan Patih Selo Aji diam tidak bisa bicara maupun bergerak. Sesaat kemudian datanglah angin kencang yang berubah menjadi jasad manusia yaitu Joyodrono pengawal Bathoro Katong.
Joyodrono lalu menepuk ketiganya dengan rumput hingga tersadar lalu berkata”…Segera
Referensi: Buku Babad Ponorogo Jilid I Hal 46. Tulisan ini merupakan suntingan dan terjemah dari naskah asli berbahasa Jawa,ada sedikit penyuntingan namun insy tidak merubah point tulisan.
Sumber : FB Setenpo
No comments:
Post a Comment